TERAPI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN
SENSORI INTEGRASI
Di Indonesia berdasarkan data tahun 2011 (Susenas Triwulan 1 Maret 2011), jumlah anak berkebutuhan khusus dalam kategori penyandang disabilitas adalah 9.957.600 dari total 82.980.000 populasi anak Indonesia (12%). Sedangkan jumlah anak dengan kecerdasan istimewa dan berbakat istimewa adalah sebesar 2.2% dari populasi anak usia sekolah (4-18 tahun).
Di Indonesia dengan populasi terbesar keempat di dunia, jumlah anak berkebutuhan khusus ternyata cukup banyak. Tingginya angka riil anak berkebutuhan khusus ini menjadi tugas bagi seluruh tenaga kesehatan, untuk bisa melakukan upaya-upaya penanganan sebagai salah satu langkah untuk memenuhi kebutuhan dasar anak untuk hidup, hak tumbuh dan berkembang secara optimal, dan bisa berbaur dan diterima oleh masyarakat tanpa stigma, bebas dari tindakan kekerasan, diskriminasi, penelantaran dan mempunyai akses pekerjaan kelak dikemudian hari perencanaan yang baik
Apa itu SENSORI INTEGRASI?
Pada tahun 1972 ahli Terapi Okupasi dari Amerika Serikat A. Jean Ayres mengenalkan suatu model perkembangan manusia yang dikenal dengan teori Sensori Integrasi. Sensori Integrasi merupakan Proses menerima, mengubah dan membedakan sensasi untuk menghasikan suatu perilaku yang adaptif.Perilaku adaptif yang dihasilkan kemudian berkembang menjadi keterampilan yang lebih kompleks seperti bahasa, pengendalian emosi dan berhitung. Dalam siklus Sensori Integrasi, adanya gangguan pada keterampilan dasar akan menimbulkan kesulitan dalam menguasai keterampilan yang lebih tinggi. Sebagai gambaran proses Sensori Integrasi dapat diuraikan sebagai berikut: Setiap detik otak menerima jutaan input sensori melalui reseptor. Input sensori yang diterima dapat berupa tekanan, suhu, getaran, gerak, rasa dan lainnya. Otak kemudian akan mengolah dan mengartikan input sensori tersebut sebagi informasi. Informasi inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan respon. Setelah itu, otak melakukan evaluasi apakah respon tersebut telah sesuai dengan input sensori yang diberikan. Pada tahap ini tubuh mengalami proses ‘belajar’ sedangkan otak mengembangkan kemampuan dari pengalaman-pengalaman yang dirasakan.
Input sensori dari lingkungan diterima oleh indera yang ada diseluruh tubuh. Indera tersebut meliputi pendengaran (Auditory), penglihatan (Visual), pengecapan (Gustatory), penciuman (Olfactory), perabaan (Tactile), sistem keseimbangan (Vestibular), serta otot-otot dan sendi (Proprioceptive). Terapi Sensori Integrasi menitikberatkan stimulasi pada tiga indera utama yaitu Tactile, Vestibular dan Proprioceptive, namun tidak melupakan juga stimulasi pada indera yang lainnya.
Apa itu Disfungsi SI?
Disfungsi SI menunjukkan ketidakmampuan tubuh untuk menangkap dan menggunakan informasi yang diterima oleh panca indera secara benar. Anak dengan disfungsi SI mempunyai kesulitan mengolah infomasi yang diterima panca inderanya untuk melaksanakan tugas sehari-hari, misalnya memakai baju, makan, atau bermain. Mereka juga mungkin bisa mengalami kesulitan dalam beberapa aktivitas dan situasi sosial.
Misalnya, mereka mungkin tidak menyukai melukis dengan jari karena mereka tidak suka tangannya basah atau lengket. Atau mereka merasa tidak nyaman di tengah keramaian karena bising dan jumlah orang yang banyak. Disfungsi SI bisa muncul dengan berbagai kombinasi dari indera-indera, yaitu: penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, peraba, atau pergerakan. Pada saat tertentu dalam hidup, kebanyakan orang punya kesulitan mengolah informasi indera, tetapi jika hal ini mengganggu kemampuan kita dalam hidup sehari-hari, tentu saja bisa jadi masalah.
Ciri-ciri umum Disfungsi SI meliputi :
1. Terlalu responsif atau terlalu tidak responsif terhadap rangsangan indera (misalnya, tidak bisa mentolerir adanya tag (lembaran tanda merk) pada baju, atau mempunyai ambang batas rasa sakit yang tidak biasa)
2. Tingkat aktivitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah (lebih dari biasa)
3. Bergerak terus-menerus atau terlalu cepat merasa capek
4. Kesulitan dengan gerakan otot yang memerlukan ketelitian (menggunting dengan gunting) dan/atau gerakan otot yang memerlukan rencana (melempar bola)
5. Masalah mengendalikan diri (misalnya kesulitan menenangkan diri setelah melakukan suatu aktivitas)
6. Kesulitan mengubah aktivitas-aktivitas
7. Koordinasi mata-tangan kurang
Gangguan yang sering diikuti dengan gangguan sensori integrasi
1. ADHD (Attention Deficit & Hyperactivity Disorder)
2. DAMP (Deficits in Attention, Motor and Perception)
3. Pervasive Developmental Disorders ( Autism, Asperger, MSDD-Multi System Development Disorder)
4. Developmental Language Delays : reseptif, ekspresif, campuran
5. Regulatory disorders (Zero to Three)
6. Gangguan belajar spesifik
Ketika seorang okupasi terapis menggunakan Sensori Integrasi sebagai kerangka acuan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mentolerir dan mengintegrasikan input sensori, Okupasi Terapis yang lain mungkin terfokus pada akomodasi lingkungan sehingga orang tua dan sekolah dapat berperan serta untuk meningkatkan fungsi anak di rumah, sekolah, dan di masyarakat.
Hasil akhir pada anak berkebutuhan khusus dengan diberikan tindakan Sensori Integrasi antara lain: daya konsentrasi anak semakin baik, perilaku anak lebih terarah, anak menjadi lebih percaya diri, pengaturan diri dalam melaksanakan sebuah aktivitas semakin baik, anak mampu mengontrol emosinya, mampu berfikir abstrak atau berimajinasi, kemampuan akademik anak menjadi lebih baik.
Sensori Integrasi merupakan tonggak utama dalam perkembangan anak. Setiap aktivitas yang dilakukannya pasti melibatkan siklus Sensori Integrasi. Untuk itu sangat penting untuk menstimulus indera-indera anak agar ia merasakan pengalaman-pengalaman yang membantunya menghasilkan respon yang adaptif. Ingatlah keberhasilan dalam mengolah input sensori menentukan pencapaiannya dalam proses belajar.